Rabu, 13 Juli 2011

RESUME PARASITOLOGI

PARASITOLOGI

1.      PENGERTIAN PARASITOLOGI
Ilmu yang mempelajari jasad - jasad yang hidup untuk sementara atau menetap di dalam atau di permukaan jasad lain dengan maksud untuk mengambil sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya dari jasad lain tersebut. SITOS = makanannya, PARASITOS = seorang yang ikut makan. Definisi Parasit, jasad yang hidup dengan cara mengambil kebutuhan hidupnya dari jasad lain.
Menurut P J Van Beneden ( 1875 ) : Makhluk yang menggantungkan hidup pada tetangganya dan berusaha sepenuhnya untuk memanfaatkan dengan hemat tanpa membahayakan dirinya Parasit (berdasarkan arti katanya, bhs Yunani) merupakan semua organism yang hidup menumpang pada organism lain (host/inang) untuk mendapat tempat hidup dan memenuhi kebutuhan nutriennya dengan mengambil nutrient inang.
Dengan definisi tersebut, yang dimaksud parasit (secara luas) mencakup semua agen infeksius meliputi: virus, bakteri, jamur, protozoa, dan helminthes (cacing). Namun, praktisnya, saat ini bidang yang menelaah agen-agen infeksius terbagi atas mikrobiologi (bakteri, virus, jamur) dan parasitologi (protozoa, helminthes)
Jadi, Parasitologi adalah bidang ilmu yang sangat berhuhungan dengan fenomena-fenomena ketergantungan dari satu organisme terhadap yang lainnya. Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari organisme yang hidup untuk sementara atau menetap di dalam atau pada permukaan organisme lain dengan maksud untuk mengambil sebagian atau seluruh kebutuhan makanannya serta mendapat perlindungan dari organisme lain tersebut. Organisme yang mengambil makanan serta mendapat perlindungan dari organisme lain tersebut disebut parasit (sites artinya makanan, parasit artinya orang yang ikut makan), sedang-kan organisme yang mengandung parasit disebut hospes atau tuan rumah. Biasanya organisme yang Iebih besar merupakan hospes yang akan memberikan perlindungan serta makanan pada organisme lainnya yang lebilt kecil yang disebut parasit. Hubungan timbal balik antara parasit dengan hospes yang berguna untuk kelangsungan hidup parasit tersebut disebut parasitisme.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa parasitologi merupakan suatu disiplin ilmu yang mcmpelajari parasit, hospes, lingkungannya serta interaksi di antara komponen-komponen tersebut.
Tergantung dari garapannya, parasito-logi dibagi ke dalam beberapa bidang, meliputi bidang parasitologi medik yang menggarap parasitologi di dunia kedokteran; parasitologi veteriner di dunia kedokteran hewan; parasitologi pertanian di dunia pertanian (tumbuhan).
Parasit dapat diperankan oleh binatang atau tumbuhan. Jika yang bertindak sebagai parasit tersebut binatang, disebut zooparasit, sedangkan jika tumbuhan disebut phytoparasit. Sekarang ini yang dimaksud dengan parasit, yaitu zooparasit sehingga untuk selanjutnya parasit dibatasi pada zooparasit, sedangkan parasit yang termasuk ke dalam phytoparasit dipelajari dalam bakteriologi.

2.      PENGGOLONGAN PARASIT
1.    Menghisap darah, cairan getah bening atau eksudat
Contoh : artropoda (lalat dan nyamuk), helminth (cacing Ancylostoma sp) dan Protozoa darah (Plasmodium sp; Leucocytozoon sp; Trypanosoma sp) menghisap darah. Artropoda (lalat jenis tertentu), Helmin (cacing Thelazia sp; Syngamus sp), protozoa (Trichomonas sp) menghisap cairan getah bening atau eksudat
2.    Menghisap makanan hospes
       Contoh : Helmin (cacing Ascaris spTaenia spp), kesemuanya menghisap makanan hospes
3.    Merusak jaringan tubuh
       Contoh : cacing Trematoda Fasciola gigantica merusak jaringan hati, Protozoa (Eimeria sp) merusak epitel usus, Artopoda larva lalat Gastrophylus sp merusak dinding lambung
4.    Menimbulkan gangguan mekanik
       Contoh : bentuk peralihan cacing pita echinococus granulosus (kista hidatida) yang berpredileksi didalam hati, bisa menekan organ hati dan organ lainnya.
5.    Menimbulkan radang
       Contoh : larva dari cacing Ancylostoma sp bisa menembus kulit dan menimbulkan radang. Gigitan dari Artropoda (lalat, nyamuk, kutu, pinjal, caplak dan tungau) kesemuanya menimbulkan radang. ProtozoaEimeria sp merusak epitel usus dan mengakibatkan terjadinya radang
6.    Memudahkan masuknya mikro-organisme
       Contoh : artropda (gigitan nyamuk, caplak), helmin (tempat masuknya larva cacing Ancylostoma sp) menimbulkan kelukaan dan memudahkan masuknya mikro-organisme sehingga terjadi infeksi sekunder.
7.    Menghasilkan berbagai substansi toksik seperti (hemolysin, histilysine, antikoagulan dan produksi toksik dari metabolismenya)
       Contoh : Protozoa (Trypanosoma sp), artropoda (lalat, nyamuk, caplak) dan Helmin (cacing Ancylostoma sp) menghasilkan substansi seperti tersebut terdahulu
8.    Menimbulkan reaksi alergi
       Contoh : artropoda (Sarcoptes sp, lalat, nyamuk, kutu dan pinjal), tempat gigitannya timbul reaksi alergi
9.    Dapat menstimulir terjadinya kanker
       Contoh : cacing Spirocerca lupi telah terbukti dapat menstimulir (merangsang) terjadinya kanker saluran pencernaan anjing
10. Membawa beberapa penyakit (Vektor)
       Contoh : caplak menularkan Anaplasmosis, lalat menularkan malaria unggas
11. Menimbulkan penyumbatan secara mekanis
       Contoh : cacing Ascaris suum jika jumlahnya banyak dapat menyumbat saluran pencernaan babi.
12. Dapat menghncurkan sel, karena mengadakan pertumbuhan didalamnya
       Contoh : protozoa (Eimeria sp, menghancurkan sel epitel saluran cerna, Plasmodium sp, Leucocytozoon danHaemoproteus, menghancurkan sel darah merah unggas)
13. Menurunkan resistensi tubuh hospes terhadap penyakit lainnya.
       Beberapa parasit berbahaya pada satu spesies hewan, sedangkan pada spesies yang lain tidak atau kurang berbahaya, sehingga ada istilah “Host range”. Parasit dengan “host range” yang semakin lebar berarti semakin banyak spesies hewan yang bisa terinfeksi dengan dampak yang nyata dan sebaliknya apabila parasit dengan “host range’ yang sempit berarti semakin sedikit spesies hewan yang bisa terinfeksi. Ada parasit walaupun jumlahnya masih sedikit sudah membahayakan hospes, tetapi ada juga yang jika jumlahnya cukup banyak baru membahayakan hospes. Ada beberapa parasit hanya membutuhkan satu satu hospes dalam menyelesaikan siklus hidupnya, tetapi ada juga yang lebih dari satu hospes, sehingga menyebabkan ada perbedaan istilah parasit diantara para ahli.
Parasit bisa dibedakan berdasarkan :
(1)   Akibat yang ditimbulkan
(2)   Lama hidup parasit pada hospes
(3)   Lama waktu berparasitnya
(4)   Sifat keparasitannya
(5)   Jumlah hospes yang diperlukan
(6)   Tempat berparasitnya
1. Berdasarkan Akibat Yang Ditimbulkan
Berdasarkan akibat yang ditimbulkan, parasit dapat dibedakan menjadi :
Parasitiasis adalah jika parasit belum mampu menimbulkan lesi (jejas) atau tanda klinis pada hospesnya, sedangkan ParasitOSIS adalah jika parasit telah mampu menimbulkan lesi (jejas) atau gejala klinis pada hospesnya.
Contoh : infeksi cacing Ascaris suum pada babi, hasil pemeriksaan tinja ditemukan telur cacing Ascaris suumtetapi babi tersebut belum menampakkan gejala klinis, sehingga babi tersebut menderita Ascariasis. Sedangkan jika babi tersebut telah menampakkan gejala klinis disebut menderita Ascariosis
Contoh infeksi Protozoa saluran pencernaan (Balantidium sp), hasil pemeriksaan tinja ditemukan bentuk kista atau tropozoit Balantidium sp, tetapi hewannya belum menampakkan gejala klinis, sehingga disebut hewan menderita Balantidiasis dan jika gejala klinisnya sudah nampak disebut Balantidiosis.
Contoh infestasi artropoda kudis kulit (Sarcoptes scabiei penyebab Scabies). Dari hasil pemeriksaan kerokan kulit ditemukan tungau Sarcoptes sp, jika hewannya belum menampakkan gejala klinis disebut menderitaScabiasis dan jika sudah menampakkan gejala klinis disebut Scabiosis
2. Berdasarkan Lama Hidup Berparasit Pada Hospes
Berdasarkan lama hidup perparasit pada hospes, parasit dapat dibedakan menjadi :
Selama hidupnya sebagai parasit Belum dewasa sebagai parasit dan dewasa hidup bebas Dewasa hidup sebagai parasit Ada, belum dewasa hidup bebas hampIr selama hidupnya sebagai parasit
a. Parasit yang Selama Hidupnya sebagai Parasit
Contoh : Cacing Trichinella spiralis cacing dewasanya hidup didalam saluran pencernaan dan larvanya hidup diantara sel-sel daging serat lintang babi. Protozoa Plasmodium sp, stadium aseksualnya berparasit didalam eritrosit unggas, sedangkan stadium seksualnya berparasit didalam tubuh nyamuk. Artopoda (kutuMenopon gallinae), sejak dari telur sampai dewasa hidup dan melekat pada bulu ayam
b. Parasit yang Belum Dewasa sebagai Parasit dan setelah Dewasa Hidup Bebas
Contoh : artopoda (lalat Chrysomia sp) dimana larva lalat ini umumnya hidup di sela-sela ceracak kaki sapi sehingga menimbulkan Miasis, sedangkan lalat dewasanya hidup bebas
c. Parasit yang Dewasa sebagai Parasit dan Sebelum Dewasa Hidup Bebas
     Contoh : artropoda nyamuk, (Aedes, Anopheles dan Culex) betina dewasa hidup sebagai parasit (menghisap darah), sedangkan jentik (belum dewasa) hidup bebas didalam air.
d. Parasit yang Hampir Seluruh Hidupnya sebagai Parasit.
     Contoh : cacing Fasciola gigantica, embrio yang ada didalam telur hidup bebas, stadium mirasidium, sporokista, redia dan cercaria hidup sebagai parasit pada siput air tawar (Lymnaea sp), stadiummetasercaria hidup bebas dan cacing dewasanya berparasit didalam hati dan kantung empedu herbivopa.
3. Berdasarkan Lama Waktu Berparasitnya
Berdasarkan lama waktu berparasitnya, parasit dapat diebdakan menjadi ;
a. Parasit Temporer (Berkala = Periodik) adalah parasit yang mengunjungi hospesnya pada waktu –waktu tertentu saja.Contoh : Nyamuk, lalat akan menghisap darah hospesnya pada waktu tertentu saja
b. Parasit Stasioner, adalah parasit yang sebagian atau seluruh hidupnya menetap pada hospes, apabila menetap selama satu stadium siklus hidupnya disebut Parasit Stasioner Berkala (Stasioner Periodik) dan apabila selama hidupnya menetap dan berparasit pada hospes disebut Parasit Stasioner Permanen. Contoh. Parasit Stasioner berkala, lalat Gastrophylus sp, karena stadium larva saja yang berparasit didalam lambung kuda, sedangkan lalat dewasa hidup bebas. Parasit Stasioner Permanen, salah satunya kutu (Menopon gallinae) karena selama hidupnya (telur, larva dan dewasa) hidup pada bulu unggas. CacingTrichinella spiralis, baik stadium larva dan dewasanya hidup didalam tubuh hewan.
4. Berdasarkan Sifat Keparasitannya
Berdasarkan sifat keparasitannya, parasit dapat dibedakan menjadi parasit :
a. Parasit Isidentil adalah parasit yang secara kebetulan ditemukan pada hospes yang tidak seharusnya (hospes yang tidak wajar). Contoh : cacing pita Dipyllidium caninum adalah saluran pencernaan anjing, tetapi kadang-kadang bisa ditemukan berparasit didalam usus manusia terutama anak-anak. Kejadiannya dimana telur cacing pita termakan oleh larva pinjal (Ctenocephalides sp) yang merupakan hospes antara cacing pita tersebut, pinjal yang infektif secara tidak sengaja termakan oleh anak-anak sehingga didalam ususnya terinfeksi cacing pita anjing
b. Parasit Eratica adalah parasit yang lokasi berparasitnya ditemukan tidak pada target organnya. Contoh : cacing Ascaris suum secara normal berpredileksi (lokasi berparasitnya) didalam usus halus babi, tetapi karena sesuatu sebab yang tidak diketahui secara pasti bisa ditemukan didalam kantung empedu atau lambung babi. Contoh lain cacing Ascaridia galli adalah cacing saluran pencernaan ayam, tetapi pernah ditemukan didalam telur dan uterus ayam.
c. Parasit Fakultatif adalah parasit yang dapat hidup bebas atau hidup sebagai parasit. Contoh lalat rumah (Musca domestica) umumnya baik stadium larva dan dewasa hedup bebas, tetapi jika larvanya hidup didalam luka maka menyebabkan Miasis (Belatungan)
d. Parasit Obligat adalah parasit yang hidupnya mutlak sebagai parasit, jadi untuk kelangsungan hidupnya mutlak memerlukan hospes. Contoh ; cacing hati Fasciola gigantica, Protozoa (Eimeria sp) dan Artropoda (Sarcoptes sp) kesemuanya mutlak memerlukan hospes, tanpa hospes akan mati.
e. Parasit Spuriosa adalah parasit yang dikeluarkan oleh bukan hospes yang semestinya, dimana parasit tersebut tidak mengalami perkembangan atau menimbulkan kerusakan pada hospes tersebut. Contoh pada pemeriksaan tinja anjing ditemukan telur cacing pita Taenia saginata yang seharusnya berparasit pada manusia, kemungkinan karena anjing memakan tinja manusia yang mengandung telur cacing pita tersebut. Contoh lain : pada pemeriksaan tinja ayam ditemukan telur cacing Ascaris suum yang berparasit pada babi, kemungkinan disebabkan karena ayam memakan bagian tinja babi yang terkontaminasi telur cacing Ascaris suum.
5. Berdasarkan Jumlah Hospes Yang Diperlukan
Berdasarkan jumlah hospes yang dibutuhkan dalam menyelesaikan siklus hidupnya, maka parasit dibedakan menjadi :
a. PARASIT MONOXEN adalah parasit yang dalam menyelesaikan siklus hidupnya hanya membutuhkan satu hospes yaitu hospes definitif saja Contoh : tungau Sarcoptes membutuhkan hanya satu hospes definitif saja
b.  PARASIT HETEROXEN (“heteros” = berbeda) sering disebut juga DIHETEROXEN adalah parasit yang dalam menyelesaikan siklus hidupnya melalui stadium-stadium yang setiap stadiumnya memerlukan hospes yang berlainan. Contoh : cacing hati Fasciola gigantica memerlukan siput air tawar Lymnaea sp pada stadium (mirasidium, sporokista, redia dan serkaria) sedangkan dewasanya memerlukan mamalia sebagai hospes definitifnya
c.  PARASIT POLIXEN (“poly” = banyak) adalah parasit yang dalam menyelesaikan siklus hidupnya memerlukan lebih dari satu hospes, tetapi kesemuanya dari satu jenis. Contoh : kebanyakan caplak adalah parasit polixen, karena stadium larva, nimpa dan dewasanya berparasit pada satu atau beberapa hewan sejenis
6. Berdasarkan Tempat Berparasitnya
Berdasarkan tempat berparasitnya (predileksinya), parasit dapat dibedakan  menjadi :
a. EKTOPARASIT = EKTOZOA adalah parasit yang secara umum hidup pada permukaan luar tubuh (kulit) hospes atau didalam liang (telinga luar dan rongga hidung) yang berhubungan bebas dengan dunia luar dan termasuk juga parasit datang – pergi (parasit yang tidak menetap didalam tubuh hospes). Contoh : artropoda : kutu, pinjal, lalat, nyamuk, caplak dan tungau
b.  ENDOPARASIT = ENDOZOA adalah parasit yang hidup didalam organ dalam, system (alimentarius, sirkulasi, respirasi), rongga dada, rongga perut, persendian, otot daging atau jaringan lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan dunia luar. Contoh : cacing saluran pencernaan, cacing jantung, protozoa saluran cerna dan protozoa darah dll

3. PENGGOLONGAN HOSPES, EIGENT/MANUSIA
Menurut jumlahnya, hospes definitif parasit terdiri atas: homoksenosa jika dibutuhkan hanya satu hospes definitif; stenoksenosa jika dibutuhkan sedikit macam hospes dcfinitif; heteroksenosa jika dibutuhkan banyak hospes definitif.
Jika seseorang yang sudah mengandung parasit, terjadi reinfeksi dengan parasit dari spesies yang sama, disebut superinfeksi; sedangkan jika infeksi tersebut terjadi oleh parasit yang sudah ada dalam tubuh orang tersebut disebut autoinfeksi. Terkadang autoinfeksi ini mengambil jalan luar, misalnya dari anal/ perianal ke mulut melalui tangan, hal ini disebut autoinfeksi eksterna; jika masuknya secara langsung disebut autoinfeksi interim.
Beberapa parasit, pada manusia tidak menimbulkan gangguan, komensal, misalnya beberapa ameba dan flagelata usus. Dilihat dari segi kerusakan yang ditimbulkan oleh parasit, parasit dibagi dua kelompok, yaitu yang dapat menimbulkan kerusakan lokal/sistemik disebut parasit patogen, sedangkan yang tidak menimbulkan kerusakan disebut parasit apatogen.
Mengenai hospes (tuan rumah) yang menjadi tempat bagi parasit untuk menggantungkan hidup dan pembiakannya, ada beberapa istilah yang perlu diketahui. Hospes definitif (hospes terminal/akhir), yaitu manusia, hewan, atau tumbuhan yang menjadi tempat hidup parasit dewasa dan atau parasit mengadakan rcproduksi seksual. Hospes perantara (intermediate host), yaitu manusia, hewan, atau tumbuhan yang menjadi tempat parasit menyempurnakan sebagian dari siklus hidupnya dan atau tempat parasit mengadakan pembiakan aseksualnya. Tuan rumah peserta ialah hospes yang dapat juga dihuni oleh parasit tertentu walaupun sebenarnya bukan merupakan tuan rumah definitif bagi parasit tersebut. Hospes paratenik merupakan tuan rumah potensial dan di dalatnnya tidak terjadi perkembangan parasit muda; hospes itu tidak mendukung atau menghalangi parasit itu dalam menyelesaikan siklus hidupnya, misalnya Toxocara cati yang merupakan ascaris pada kucing. Jika telur yang telah matang termakan manusia maka larva keluar setelah telur menetas, akan tetapi larva ini tidak akan pernah berkembang lebih lanjut, manusia bertindak sebagai hospes paratenik.
Hospes (inang = hewan penjamu) adalah hewan yang menderita kerugian akibat harus menberikan makan parasit (1,2,3)
Hospes dapat dibedakan berdasarkan :
1. Stadium Parasit
2. Perlu tidaknya hospes

1. Berdasarkan Stadium Parasit
Berdasarkan stadium parasit yang dikandungnya, maka hospes dapat dibedakan menjadi :
a. Hospes Definitif (Inang definitive, Induk semang, Inang primer) adalah hospes yang memberikan makan untuk hidup parasit stadium seksual atau dewasa. Contoh : salah satu penyakit malaria unggas disebabkan oleh protozoa Plasmodium malariae, dimana bentuk seksualnya (makrogamet dan mikrogamet) ditemukan didalam tubuh nyamuk, sedangkan stadium Schizon dan Merozoit ditemukan didalam darah unggas. Jadi pada kasus malaria unggas ini, nyamuk adalah sebagai hospes definitive.
b.  Hospes Intermedier (hospes sementara, hospes sekunder, hospes alternative, inang antara) adalah hospes yang memberikan makan untuk hidup parasit stadium aseksual atau belum dewasa. Contoh : pada kasus malaria seperti dituliskan terdahulu, stadium Schizon dan Merozoit ditemukan didalam sel darah merah unggas, sehingga unggas sebagai hospes intermedier. Contoh lain pada infeksi cacing hati Fasciola gigantica, stadium (mirasidium, sporokista, redia dan serkaria) berkembang didalam tubuh siput air tawar (Lymnaea sp), sehingga siput disebut sebagai hospes intermedier
2. Berdasarkan Perlu Tidaknya Hospes
Berdasarkan perlu tidaknya hospes untuk kelangsungan hidup parasit, maka hospes dapat dibedakan menjadi :
a. Hospes Esensial adalah hospes yang keberadaannya dalam siklus hidup parasit merupakan satu keharusan. Contoh : dalam siklus cacing hati Fasciola gigantica, siput air tawar genus Lymnaea harus ada untuk kelengkapan siklus hidup parasit, sehingga Lymnaea disebut Hospes Esensial
b. Hospes Non-Esensial adalah hospes yang keberadaannya dalam siklus hidup parasit tidak merupakan satu keharusan. Contoh : dalam siklus hidup Cacing Ascaridia galli yang menginfeksi ayam, cacing tanah tidak merupakan hospes yang harus ada, karena tanpa cacing tanahpun siklus hidup cacing masih bisa berlangsung.

4.        PEMBAGIAN PARASITOLOGI
Pada dasarnya ilmu parasitologi adalah mempelajari mengenai “simbiosis”, terutama bentuk suatu organisme yang bersifat parasit. Dua organisme yang hidup bersama dan menguntungkan bagi salah satu atau kedua simbiont tersebut. Biasanya kedua simbiont adalah merupakan organisme yang berbeda spesies, tetapi juga dapat dari spesies yang sama.
Dari kehidupan yang simbiosis tersebut, dapat dikelompokkan dalam kategori yang berbeda menurut hubungan antara kedua simbiont tersebut. Sehingga ada beberapa jenis simbiosis tersebut yaitu:

Phoresis:
Adalah sistem simbiosis dimana satu simbiont membawa simbiont lainnya dan secara fisiologik mereka saling bergantung. Biasanya salah satu “phoront” lebih kecil dari lainnya. Misalnya : spora jamur menempel pada kaki lebah.
Mutualisme:
Adalah simbiosis yang saling menguntungkan, dimana organisme satu secara fisiologik bergantung pada organisme lainnya dimana satu organisme tidak dapat hidup terpisah dari organisme lainnya. Misalnya: Protozoa dan fauna yang hidup didalam usus rayap.
Commensalisme
Adalah simbiosis dimana salah satu organisme hidup dalam organisme lainnya tetapi tidak mempengaruhi secara fisiologik pada organisme yang ditempati (hospes), tetapi organisme tersebut tidak dapat hidup diluar hospes. Ada dua bentuk yaitu: ekto commensalisme (hidup diluar tubuh hospes) dan endocommensalisme (hidup didalam tubuh hospes). Misalnya: Entamoeba ginggivalis, hidup dalam mulut orang. Organisme tersebut memakan bakteri, sisa makanan, sel epitel yang mati, tetapi tidak menyebabkan sakit pada hospes. Organisme tersebut tidak dapat hidup ditempat lain.
Parasitisme
Organisme yang hidup di dalam hospes dan menyebabkan sakit pada hospes. Ada dua bentuk yaitu ektoparasit dan endoparasit.

5.        EPIDEMIOLOGI PENYAKIT PARASITIK
a.  PENYAKIT FASCIOLIASIS
Telur
Ukuran : 130 – 150 mikron x 63 – 90 mikron
Warna : kuning kecoklatan.
Bentuk : Bulat oval dengan salah satu kutub mengecil.
Terdapat operkulum pada kutub yang mengecil.
Berisi sel-sel granula berkelompok

Cacing Dewasa
Bersifat hermaprodit.
Sistem reproduksinya ovivar.
Bentuknya menyerupai daun berukuran 20 – 30 mm x 8 – 13 mm.
Mempunyai tonjolan konus (cephalis cone) pada bagian anteriornya.
Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut.
Uterus pendek berkelok-kelok.
Testis bercabang banyak, letaknya di pertengahan badan berjumlah 2 buah. Ovarium sangat bercabang

Siklus Hidup
Telur keluar melalui saluran empedu ke dalam feses.
Telur dalam air dalam waktu 9 – 15 hari menjadi berisi mirasidium.
Mirasidium keluar dan mencari keong air (hospes perantara pertama)
Mirasidium menjadi sporokista lalu menjadi redia.
Redia menghasilkan serkaria berekor satu dan berenang bebas.
Serkaria melekat pada tumbuhan air (hospes perantara ke-2)
Serkaria membentuk metaserkaria

Siklus Hidup (Lanjut)
Metaserkaria masuk ke tubuh manusia yang mengkonsumsi tumbuhan air (seperti selada air).
Dalam duodenum larva keluar dari kista, menembus dinding usus, masuk rongga perut, menembus hati.
Dalam hati cacing tumbuh dalam saluran empedu dan menjadi dewasa.
Cacing dewasa akan melakukan pembuahan sel telur dan trjadi perkembangan telur yang akan diletakkan pada uterus.
Saat cacing gravid mengeluarkan telur, maka akan tercampur ke dalam feses manusia

Epidemiologi
Banyak kasus di daerah yang mempunyai peternakan sapi, biri-biri dan kambing didukung oleh kebiasaan masyarakat yang suka mengkonsumsi sayuran mentah.
Masyarakagt di sekitas sungai dan area persawahan yang memiliki kebiasaan memakan siput / keong air memiliki resiko terinfeksi lebih tinggi apalagi didukung oleh kondisi higiene dan sanitasi yang kurang baik

B.    PENYAKIT CLONORCHIASIS
Morfologi Telur
Ukuran : 16 x 30 mikron
Dinding agak tebal.
Bentuk : oval seperti bola lampu pijar.
Terdapat operkulum pada kutub yang mengecil.
Memiliki tonjolan kecil pada bagian kutub yang membesar.
Berisi embrio (mirasidium).

Cacing dewasa
Bersifat hermaprodit.
Sistem reproduksinya ovivar.
Bentuknya menyerupai daun berukuran 10 – 25 mm x 3 – 5 mm.
Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut.
Uterus pendek berkelok-kelok.
Testis bercabang, berjumlah 2 buah.
Ovarium berlobus terletak di atas testis.
Kelenjar vitelaria terletak di 1/3 tengah badan
Siklus Hidup
Telur dikeluarkan bersama feses .
Telur dalam air akan menetas,
mirasidium akan keluar dan mencari hospes perantara pertama yaitu keong air (siput Bulinus / Semisulcospira).
Dalam tubuh keong mirasidium berkembang menjadi sporokista dan kemudian menjadi redia.
Redia akan menghasilkan serkaria.
Serkaria akan akan keluar dari tubuh siput dan mencari hospes perantara ke-2, yiatu ikan (Famili Cyprinidae)

Siklus Hidup
Setelah masuk ke tubuh ikan, serkaria akan melepaskan ekornya dan membentuk kista (metaserkaria.)
Metaserkaria akan masuk ke tubuh manusia yang mengkonsumsi ikan
Metaserkaria akan mengalami proses ekskistasi di duodenum dan keluarlah larva.
Dengan bantuan enzim pencernaan di duodenum larva akan masuk ke ductus koledokus lalu ke saluran empedu dan menjadi dewasa dalam waktu sebulan

Patologi Dan Gejala Klinis
Saat larva masuk dalam saluran empedu dan menjadi dewasa, parasit ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu, penebalan dinding saluran, peradangan sel hati dan dalam stadium lanjut akan menyebabkan sirosis hati yang disertai oedema. Luasnya organ yang mengalami kerusakan tergantung pada jumlah cacing yang terdapat di saluran empedu dan lamanya infeksi. Gejala yang muncul dapat dikelompokkan menjadi 3 tahap, yaitu :
Stadium ringan : tidak ditemukan gejala.
Stadium progresif : terjadi penurunan nafsu makan, perut terasa penuh, diare.
Stadium lanjut : didapatkan sindrom hipertensi portal yang terdiri dari pembesaran hati, ikterus, oedema dan sirosis hepatis
Epidemiologi
Banyak kasus di daerah yang masyarakatnya mempunyai kebiasaan mengkonsumsi ikan mentah atau ikan yang diolah kurang matang Sering ditemukan di Cina, Jepang, Korea dan Vietnam.

c.       PENYAKIT PARAGONIMIASIS
Morfologi Telur
Ukuran : 80 –120 x 50 – 60 mikron
Bentuk oval cenderung asimetris.
Terdapat operkulum pada kutub yang mengecil.
Ukuran operkulum relatif besar, sehingga kadang tampak telurnya seperti terpotong.
Berisi embrio

Cacing dewasa
Bersifat hermaprodit.
Sistem reproduksinya ovivar.
Bentuknya menyerupai daun berukuran 7 – 12 x 4 – 6 mm dengan ketebalan tubuhnya antara 3 – 5 mm.
Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut.
Uterus pendek berkelok-kelok.
Testis bercabang, berjumlah 2 buah.
Ovarium berlobus terletak di atas testis.
Kelenjar vitelaria terletak di 1/3 tengah badan

Siklus Hidup
Telur dikeluarkan bersama feses Telur yang masuk dalam air akan menetas, mirasidium akan keluar dan mencari hospes perantara pertama yaitu keong air (siput Bulinus / Semisulcospira). Dalam tubuh keong mirasidium berkembang menjadi sporokista dan kemudian menjadi redia. Redia akan menghasilkan serkaria. Serkaria akan akan keluar dari tubuh siput dan mencari hospes perantara ke-2, yiatu ikan (Famili Cyprinidae) Setelah masuk ke tubuh ikan, serkaria akan melepaskan ekornya dan membentuk kista (metaserkaria.) didalam kulit di bawah sisik. Metaserkaria akan masuk ke tubuh manusia yang mengkonsumsi ikan yang mengandung metaserkaria yang dimasak kurang matang. Metaserkaria akan mengalami proses ekskistasi di duodenum dan keluarlah larva. Dengan bantuan enzim pencernaan di duodenum larva akan masuk ke ductus koledokus lalu ke saluran empedu dan menjadi dewasa dalam waktu sebulan.

Patologi Dan Gejala Klinis
Saat larva masuk dalam saluran empedu dan menjadi dewasa, parasit ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu, penebalan dinding saluran, peradangan sel hati dan dalam stadium lanjut akan menyebabkan sirosis hati yang disertai oedema. Luasnya organ yang mengalami kerusakan tergantung pada jumlah cacing yang terdapat di saluran empedu dan lamanya infeksi. Gejala yang muncul dapat dikelompokkan menjadi 3 tahap, yaitu :
Stadium ringan : tidak ditemukan gejala.
Stadium progresif : terjadi penurunan nafsu makan, perut terasa penuh, diare.
Stadium lanjut : didapatkan sindrom hipertensi portal yang terdiri dari pembesaran hati, ikterus, oedema dan sirosis hepatis
Epidemiologi
Banyak kasus di daerah yang masyarakatnya mempunyai kebiasaan mengkonsumsi ikan mentah atau ikan yang diolah kurang matang Sering ditemukan di Cina, Jepang, Korea dan Vietnam.


6.        PEMBERANTASAN PENYAKIT PARASITIK
1)        Penyakit Fascioliasis
Perjalanan fasciolosis pada manusia memiliki 4 fase utama: Fase Inkubasi: dari menelan metaserkaria munculnya gejala pertama; jangka waktu: beberapa hari untuk 3 bulan, tergantung pada jumlah metaserkaria tertelan dan status kekebalan dari tuan rumah
Invasif atau fase akut: kebetulan migrasi ke saluran empedu Fase ini merupakan hasil dari kerusakan mekanis dari jaringan hati dan peritoneum dengan migrasi cacing menyebabkan remaja lokal dan atau reaksi toksik dan alergi umum.
Gejala utama tahap ini adalah: Demam: biasanya gejala pertama penyakit; 40-42 ° C , Sakit perut , Gangguan gastrointestinal: hilangnya nafsu makan, mual perut kembung, diare Urticaria Urtikaria , Gejala pernafasan (sangat jarang): batuk, dispnea, nyeri dada, hemoptysis , Hepatomegali dan splenomegali, Asites, Anemia, Penyakit kuning
fase laten: Fase ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan atau tahun. Proporsi mata pelajaran asimtomatik pada fase ini tidak diketahui Mereka sering ditemukan selama pemutaran keluarga setelah pasien didiagnosis.
Obstruktif kronis atau fase: Fase ini mungkin mengembangkan bulan atau tahun setelah infeksi awalcacing dewasa di dalam saluran empedu menyebabkan inflamasi dan hiperplasia epitelium. Yang pertama dihasilkan dan kolesistitis, dikombinasikan dengan tubuh besar cacing, cukup untuk menyebabkan obstruksi mekanis dari duktus bilierus Pada tahap ini, kolik empedu, nyeri epigastrium, intoleransi makanan berlemak, mual, sakit kuning, pruritus, nyeri perut kanan atas-kuadran, dll, adalah manifestasi klinis dibedakan dari kolangitis, kolesistitis dan cholelithiasis asal lainnya. Pembesaran hati dapat dikaitkan dengan pembesaran limpa atau ascites. Dalam kasus obstruksi, kandung empedu biasanya membesar dan pembengkakan dengan penebalan dinding. Adhesi berserat dari kandung empedu ke organ-organ yang berdekatan yang umum. Lithiasis dari saluran empedu atau kandung empedu yang sering dan batu-batu tersebut biasanya kecil dan beragam.
Mekanisme resistensi telah dipelajari oleh beberapa penulis dalam spesies binatang yang berbeda. Studi-studi ini dapat membantu untuk lebih memahami respon imun. Telah ditetapkan bahwa ternak memperoleh ketahanan terhadap tantangan infeksi dengan F. hepatica dan F. gigantica ketika mereka telah disensitisasi dengan paten-disingkat primer atau infeksi obat. Resistensi terhadap fasciolosis juga didokumentasikan pada tikus. Di sisi lain, domba dan kambing tidak tahan terhadap infeksi ulang dengan F. hepatica Namun, ada bukti bahwa keturunan domba dua, di tipis ekor domba indonesian tertentu dan Masa domba Merah, yang tahan terhadap F. Gigantica. Tidak ada laporan tentang perlawanan pada manusia yang tersedia.
Melalui pemeriksaan feses, biopsi hati, USG, pemeriksaan anti bodi dan antigen juga bisa digunakan. Pada hewan, diagnosa intravital didasarkan terutama pada pemeriksaan feses dan metode imunologi. Namun, tanda-tanda klinis, biokimia dan hematologi profil, musim, kondisi iklim, situasi epidemiologi, dan pemeriksaan siput harus dipertimbangkan. Demikian pula dengan manusia, kotoran ujian tidak dapat diandalkan. Selain itu, telur kebetulan yang terdeteksi dalam tinja 8-12 minggu pasca-infeksi. Terlepas dari kenyataan bahwa, pemeriksaan tinja masih satu-satunya alat diagnostik yang digunakan di beberapa negara.. Sedangkan diagnosis coprological dari fasciolosis mungkin 8-12 minggu pasca-infeksi (WPI) F. hepatica-antibodi spesifik diakui dengan menggunakan ELISA atau Western blot sejak 2-4 minggu pasca-infeksi. Oleh karena itu, metode ini memberikan deteksi dini terhadap infeksi.
Pengobatan dan pencegahan pada manusia Untuk kemanjuran tinggi dan keamanan, triclabendazole (Egaten) dalam dosis 10-12 mg / kg adalah obat pilihan dalam fasciolosis manusia. Tidak ada alternatif obat yang tersedia bagi manusia. Di sisi lain, nitazoxanide berhasil digunakan dalam pengobatan fasciolosis manusia di Meksiko. Bithionol merupakan obat pilihan yang digunakan untuk pengobatan F. Hepatica.
Pada hewan sejumlah obat telah digunakan di fasciolosis kontrol pada hewan Obat berbeda dalam keberhasilan mereka, cara kerja, harga, dan kelangsungan hidup. Fasciolicides (drugs against Fasciola spp.) fall into five main chemical groups: Halogenated phenols : bithionol (Bitin), hexachlorophene (Bilevon), nitroxynil (Trodax)
Fasciolicides (melawan Fasciola. Spp obat) jatuh ke dalam lima kelompok kimia utama:
Fenol halogenasi: bithionol (Bitin), hexachlorophene (Bilevon), nitroxynil (Trodax)
Salicylanilides: closantel (Flukiver, Supaverm), rafoxanide (Flukanide, Ranizole)
Benzimidazoles: triclabendazole (Fasinex), Albendazole (Vermitan, Valbazen), mebendazol (Telmin), luxabendazole (Fluxacur)
Sulphonamides: clorsulon (Ivomec Plus)
Phenoxyalkanes: diamphenetide (Coriban)
Triclabendazole (Fasinex) dianggap sebagai obat yang paling umum karena kemanjuran tinggi terhadap dewasa maupun remaja flukes Triclabendazole digunakan dalam mengendalikan fasciolosis ternak di banyak negara. Namun demikian, istilah veteriner penggunaan-panjang triclabendazole telah menyebabkan munculnya perlawanan terhadap F. Hepatica. Pada hewan, perlawanan triclabendazole pertama kali dijelaskan di Australia, kemudian di Irlandia dan Skotlandia dan lebih baru-baru ini di Belanda. Mengingat fakta ini, para ilmuwan telah mulai bekerja pada pengembangan obat baru. Baru-baru ini, sebuah fasciolicide baru berhasil diuji secara alami dan eksperimen sapi terinfeksi di Meksiko. Ini obat baru yang disebut ‘Senyawa Alpha’ dan kimia sangat mirip dengan triclabendazole.
Pemutusan siklus hidup fasciolasis yaitu jangan menggembalakan ternak pada pagi hari pada rumput yang masih ada air diujung rumput ( embun ) dan pada manusia dengan memasak daging sampai benar – benar matang.

2)      Penyakit Clonorchiasis
Cara – cara pemberantasan
A.    Cara pencegahan
Semua ikan air tawar yang akan dikonsumsi hendaknya dimasak dengan benar atau diradiasi. Dianjurkan untuk membekukan ikan pada suhu –10 oC (14oF) minimal selama 5 hari atau disimpan dalam waktu beberapa minggu didalam larutan garam jenuh, tetapi cara ini belum terbukti bermanfaat. 1). Di daerah endemis; lakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya mengkonsumsi ikan mentah atau yang tidak di masak dengan baik dan pentingnya pembuangan tinja dijamban yang saniter untuk menghindari pencemaran terhadap sumber makanan ikan. Jangan membuang tinja dan kotoran binatang ke dalam kolam ikan.
B.     Pengawasan penderita
kontak dan lingkungan sekitar: 1). Laporan ke instansi kesehatan setempat: laporan resmi tidak dilakukan, Kelas 5 (lihat tentang pelaporan penyakit menular). 2). Isolasi : Tidak dilakukan. 3). Disinfeksi serentak : Lakukan pembuangan tinja pada jamban yang saniter. 4). Karantina : Tidak dilakukan. 5). Imunisasi kontak : Tidak dilakukan. 6). Investigasi kontak dan sumber infeksi : Untuk kasus individual, biasanya tidak dilakukan. Penyakit ini merupakan masalah masyarakat (lihat 9C dibawah).
118. 7). Pengobatan spesifik : Obat yang menjadi pilihan adalah praziquantel (Biltricide®)
C.     Penanggulangan wabah
Cari dan temukan sumber ikan yang terinfeksi. Ikan yang diawetkan atau acar ikan yang dikapalkan dari daerah non endemis diduga sebagai sumber penularan. Sedangkan ikan air tawar segar atau yang dibekukan yang diangkut ke AS setiap hari dari daerah endemis juga sebagai sumber penularan.
D.    Tindakan internasional : Lakukan pengawasan ikan atau produk ikan yang dimpor dari daerah endemis.

3)      Penyakit Paragonimiasis
Banyak kasus di daerah yang masyarakatnya mempunyai kebiasaan  mengkonsumsi ikan mentah atau ikan yang diolah kurang matang Sering ditemukan di Cina, Jepang, Korea dan Vietnam.

Tidak memakan ikan mentah. Apabila menkonsumsi harus sudah  dimasak secara sempurna sehingga bisa dihindari terinfeksi oleh  metaserkaria dalam ikan.


7. Pendahuluan Helmintologi
Helminthologi medik merupakan suatu bidang ilmu tentang cacing yang berperan sebagai parasit. Jika ditinjau dari klasifikasi hewan, helmint termasuk salah satu golongan invertebrata yaitu hewan yang tak bertulang belakang. Berdasarkan bentuknya helmint dibagi menjadi tiga filum yaitu :
1.  Nemathelminthes (cacing yang memiliki bentuk bulat silindris), nematoda merupakan salah satu kelas dari filum nemathelminthes yang berperan sebagaiparasit terhadap manusia, meliputi :
- Nematoda usus, contoh : Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Enterobius vermicularis, Anchylostoma duodenale, Necator americanus.
- Nematoda darah, contoh : Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori.
2.  Platyhelminthes (cacing yang memiliki bentuk pipih), meliputi 2 kelas yang bersifat parasit, yaitu :
- kelas Trematoda contoh Fasciola hepatica,Schistosoma japonicum
- kelas cestoda contoh Taenia saginata dan Taenia solium.
3.  Annelida (cacing berbentuk bulat silindris dan bersegmen), tidak menyebabkan penyakit, hidup bebas di dalam tanah biasanya sangat berperan dalam membantu menyuburkan tanah.
Secara umum Helmint memiliki ciri sebagai berikut :
   berbentuk bulat silindris, pipih seperti pita atau pipih seperti daun
   bersifat simetris bilateral
- sudah memiliki system organ yang terpisah walaupun masih sederhana, kecuali system pernafasan
   alat kelamin sudah terpisah namun sebagian masih ada yang bersifat hermafrodit
-    bagian luar tubuh dilindungi oleh lapisan kutikula yang merupakan turunan dari epidermis.

8.        Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh cacing
Ascaris lumbricoides menyebabkan penyakit yang disebut Askariasis. Mereka hidup di rongga usus halus manusia. Berukuran 10-30 cm untuk cacing jantan dan 22-35 cm untuk cacing betina. Satu cacing betina Ascaris lumbricoides dapat berkembang biak dengan menghasilkan 200.000 telur setiap harinya. Telur cacing ini dapat termakan oleh manusia melalui makanan yang terkontaminasi. Telur ini akan menetas di usus, kemudian berkembang jadi larva menembus dinding usus, lalu masuk ke dalam paru-paru. Masuknya larva ke paru-paru manusia disebut terinfeksi sindroma loeffler. Setelah dewasa, Ascaris lumbricoides akan mendiami usus manusia dan menyerap makanan disana, disamping tumbuh dan berkembang biak. Inilah yang menyebabkan seseorang menderita kurang gizi karena makanan yang masuk diserap terus oleh Ascaris lumbricoides. Di Indonesia, penderita Askariasis didominasi oleh anak-anak. Penyebab penyakit ini bisa karena kurangnya pemakaian jamban keluarga dan kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk.
Cacing tambang. Cacing ini memiliki dua jenis yaitu Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Disebut cacing tambang karena dahulunya banyak ditemukan pada buruh tambang di eropa. Necator americanus menyebabkan penyakit nekatoriasis dan Ancylostoma duodenale menyebabkan penyakit ankilostomiasis. Kedua jenis cacing ini banyak menginfeksi orang-orang di sekitar pertambangan dan perkebunan. N. americanus dan A. duodenale hidup di rongga usus halus dengan mulut melekat pada daging dinding usus.
Tubuh Necator americanus mirip huruf S. Panjang cacing betina kurang lebih 1 cm. Setiap satu cacing dapat bertelur 9000 ekor per hari. Sementara itu panjang cacing jantan kurang lebih 0,8 cm. Ancylostoma duodenale lebih mirip dengan huruf C. Setiap ekor Ancylostoma duodenale dapat menghasilkan 28.000 telur per hari.
Telur cacing tambang keluar bersamaan dengan feces. Dalam waktu 1-1,5 hari, telur akan menetas menjadi larva, yang disebut larva rhabditiform. Tiga hari kemudian larva berubah lagi menjadi larva filarifom dimana larva ini dapat menembus kulit kaki dan masuk ke dalam tubuh manusia. Di tubuh manusia, cacing tambang bergerak mengikuti aliran darah, menuju jantung, paru-paru, tenggorokan, kemudian tertelan dan masuk ke dalam usus. Di dalam usus, larva menjadi cacing dewasa yang siap menghisap darah. Setiap ekor cacing N. americanus akan menghilangkan 0,005-1 cc darah per hari sedangkan setiap ekor cacing A. duodenale akan menyebabkan manusia kehilangan 0,08-0,34 cc per hari. Oleh karena itulah, cacing tambang menjadi berbahaya karena dapat menyebabkan anemia pada manusia.
Di Indonesia, insiden akibat cacing tambang tinggi pada daerah pedesaan, terutama perkebunan. Infeksi cacing ini disebabkan oleh kebiasaan masyarakat desa yang BAB di tanah dan pemakaian feces sebagai pupuk. Selain lewat kaki, cacing tambang juga bisa masuk ke tubuh manusia melalui makanan yang masuk ke mulut.
Cacing Cambuk. Dalam bahasa latin cacing cambuk disebut Trichuris trichiura. Nama penyakit yang ditimbulkannya disebut trikuriasis. Cacing cambuk betina berukuran panjang 5 cm dengan ujung ekor membulat dan cacing cambuk jantan memiliki panjang 4 cm dengan ujung ekor melingkar. Cacing ini hidup di usus besar manusia bagian atas. Telur cacing cambuk berukuran 50-54 mikron. Seseorang akan terinfeksi trikuriasis apabila tertelan telurnya. Pada anak-anak, cacing-cacing cambuk dapat ditemukan di seluruh permukaan usus besar dan rectum. Cacing ini juga yang menyebabkan seseorang terkena disentri dan anemia.
Strongyloides stercoralis. Jenis cacing ini membahayakan bagi bayi karena dapat ditularkan melalui ASI. Strongyloides stercoralis hidup pada daerah beriklim tropis dan subtropis. Hanya cacing betina dari jenis cacing ini yang hidup sebagai parasit di usus manusia, terutama di duodenum dan yeyunum. Telurnya menetas di kelenjar usus, kemudian keluar bersama feces dalam bentuk larva rhabditiform. Larva ini akan berubah menjadi larva filariform apabila sudah berada di tanah. Namun demikian, larva filariform bisa juga terbentuk di dalam usus sehingga terjadi infeksi yang disebut autoinfeksi interna. Ada tiga tipe strongiloiddiasis (nama penyakit yang disebabkan Strongyloides stercoralis,-red) yaitu tipe ringan, tipe sedang, dan tipe berat. Tipe ringan tidak memberikan gejala apa-apa. Pada tipe sedang, dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, umumnya gejala di usus. Jika sudah pada tipe atau infeksi berat, penderita mengalami gangguan hampir di seluruh sistem tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian.
Cacing Kremi. Penyakit akibat cacing kremi dikenal dengan Enterobiasis sebagaimana nama latin cacing kremi yaitu Enterobious vermicularis. Penyebaran cacing kremi lebih banyak terjadi pada daerah dengan hawa dingin. Cacing kremi betina berukuran 8-13 mm x 0,44 mm dengan ekor panjang dan runcing sedangkan cacing kremi jantan berukuran 2-5 mm dengan ekor melingkar. Daur hidup cacing ini bekisar antara 2 minggu sampai 2 bulan. Penularan cacing kremi terjadi antar keluarga dan kelompok dalam suatu lingkungan yang sama. Penularannya dipengaruhi oleh debu dan penularan dari mulut ke tangan.
Trichinella spiralis. Cacing ini menyerang usus halus manusia. Bagi orang yang suka mengonsumsi daging babi yang mentah atau kurang matang, kemungkinan untuk menderita penyakit trikiniasis lebih besar. Oleh karena daging babi sebagai pembawanya, trikiniasis jarang mengonfeksi masyarakat dengan penduduk mayoritas muslim. Trichinella spiralis dewasa berbentuk halus seperti rambut. Mereka hidup di dalam usus halus dengan panjang 3-4 mm untuk cacing betina dan 1,5 mm untuk cacing jantan. Larva cacing ini dapat menginfeksi otot sehingga terjadi nyeri otot dan radang otot. Infeksi berat larva Trichinella spiralis, yaitu mengandung lebih dari 5.000 larva per kg bb, dapat menimbulkan kematian dalam jangka waktu 2-3 minggu.

9. Pembagian Kelas Cacing
Cacing merupakan hewan bertubuh memanjang, lunak, tidak berangka dan tidak mempunyai kaki. Ujung depan bagian tubuh cacing disebut anterior, ujung belakangnya disebut posterior, permukaan punggung disebut dorsal, dan permukaan perut disebut ventral. Cacing mempunyai persamaan yang khas, dan sering disebut vermis.
Menurut penelitian, dr Adi Sasongko MA, Direktur Pelayanan Kesehatan di Yayasan Kusuma Buana menyatakan ada 3 jenis cacing yang sering ditemukan dalam usus manusia, yaitu cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk
(Trichuris trichiura), dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus). Tanpa kita sadari, telur cacing gelang dan cambuk sebenarnya ada di mana-mana. Di udara, telur cacing yang berbahaya ini bercampur dengan debu, lalu diterbangkan angin. Telur cacing ini bisa hinggap pada makanan atau minuman yang dibiarkan terbuka. “Jika makanan dan minuman itu dikonsumsi, maka ikut pula telur cacing itu. Dalam usus telur ini berkembang menjadi larva, untuk kemudian menjadi cacing dewasa.”
Setiap cacing memiliki ciri-ciri spesifik sebagai berikut:




Cacing Gelang
Warna : Merah muda atau putih
Besarnya : 20 – 30 cm
Hidup di : Usus kecil
Cacing gelang, misalnya, bisa mencapai panjang 15-35 cm, meski berada dalam perut manusia. Cacing ini juga mampu bertelur hingga 200.000 butir per hari, yang sebagian keluar bersama dengan tinja. Cacing ini adalah yang paling sering ditemukan.

Cara Penularannya:
1. Telur cacing masuk melalui mulut
2. Menetas di usus kecil menjadi larva
3. Larva dibawa oleh aliran darah ke paru-paru melalui hati
4. Bila larva ini sampai ke tenggorokan dan tertelan, mereka masuk ke dalam usus kecil dan menjadi dewasa di sana Cacing gelang dapat mengisap 0,14 gr karbohidrat setiap hari

Cacing Cambuk
Warna : Merah muda atau abu-abu
Besarnya : 3 – 5 cm
Hidup di : Usus besar
Cara Penularannya:
1. Telur cacing tertelan bersama dengan air atau makanan
2. Menetas di usus kecil dan tinggal di usus besar
3. Telur cacing keluar melalui kotoran dan jika telur ini tertelan, terulanglah siklus ini
Sementara cacing cambuk (disebut begitu karena bentuknya seperti cambuk), panjangnya bisa mencapai 45 milimeter dan hidup dalam usus besar. Cacing ini, kalau mengeram dalam perut, bisa sangat merepotkan. Cacing ini bisa menyebabkan eseorang diare disertai ingus dan darah. Keadaan ini bisa berlangsung berbulan-bulan. Cacing cambuk menghisap sari makanan dan darah.

Cacing Tambang 
Warna : Merah
Besarnya : 8 – 13 mm
Hidup di : Usus kecil
Cara Penularannya:
1. Larva menembus kulit kaki
2. Melalui saluran darah larva dibawa ke paru-paru yang menyebabkan batuk
3. Larva yang ditelan menjadi dewasa pada usus kecil dimana mereka menancapkan dirinya untuk mengisap darah
Lebih ganas lagi adalah cacing tambang. Cacing ini menghisap darah dari dinding usus. Penularan cacing ini melalui telur yang keluar bersama tinja, untuk kemudian menetas menjadi larva. Pada saat berjalan tanpa alas kaki, larva ini dapat menembus kulit kaki dan selanjutnya terbawa oleh pembuluh darah ke dalam usus dan menetap di usus halus. Ukuran cacing ini paling kecil bila dibandingkan kedua cacing lainnya, hanya dapat mencapai 13 milimeter.

Cacing Kremi
Warna : Putih
Besarnya : 1 cm
Hidup di : Usus besar
Cara Penularannya:
1. Cacing betina bertelur pada malam hari di anus
2. Anus menjadi gatal, garukan pada anus membawa telur
cacing ini menyebar.
Melalui kontak dengan tempat tidur, bantal, sprei,
pakaian, telur cacing keremi
dibawa ke tempat lain.
3. Jika telur-telur ini termakan, terunglah siklus
ini.
Cacing keremi mudah sekali menular dan jika seorang terkena, seluruh keluarga perlu diobati. Pada saat pengobatan, sprei, sarung bantal dan pakaian yang dipakai perlu dicuci.

Dalam klasifikasi, cacing dibagi 3 yaitu :
1.    Plathyhelminthes
Struktur lebih sederhana dengan ciri khas tubuh :
a. Pipih dan bilateral simetris
b. Embrio trophoblastik
c. Epidermis lunak
d. Pencernaan belum sempurna
e. Tidak terdapat rongga tubuh
f. Tubuh lunak
g. Syaraf sepasang ganglion
h. Bersifat hemaphrodit dan internal
Kelas plathyhelminthes ada 3 yaitu :
1. Turbelaria (berbulu getar)
2. Trematoda (cacing isap)
3. Cestoda (cacing pita)

2.  Nemathelminthes
Disebut juga cacing giling, karena tubuhnya bulat panjang, tidak memiliki ruas-ruas dan tertutup kutikula. Dan cacing giling ini digolongkan Trophoblastika pseudoselomata dan tidak punya rongga tubuh.
Nemathelminthes memiliki alat pencernaan sempurna, tubuh bilateral simetris, tidak punya respirasi, tubuh tertutup lapisan kutikula, system syaraf berupa cincin, generatif dan berkelamin terpisah (dioseus) dan internal, juga tidak punya system peredaran darah tetapi memiliki cairan tubuh.
Nemathelminthes dibagi menjadi 2 kelas, yaitu :
1. Nematoda
2. Nematropoda

3.  Annelida
Cacing ini tubuhnya menyerupai cincin. Perbedaan utama dari yang lainnya, yaitu tubuhnya bersegmen (beruas) yang disebut somit.
Ciri-ciri Annelida :
a. Tubuh bilateral
b. Bersifat trophoblastik
c. Permukaan tubuh tertutupi kutikula yang lembab
d. Alat tambahan berupa rambut kecil
e. Alat pencernaan sempurna
f. Ekskresi berupa nefridium
g. Alat peredaran darah tetutup
h. Belum punya alat pernapasan yang khusus
i. Syaraf sepasang ganglion
j. Hemaprodit (monoseus)
Bagian Annelida yang melekat pada endoterm disebut lapisan splanknik, sedangkan ectoderm disebut lapisan stomatik jadi Annelida adalah organisme trophoblastik selomata. Annelida dibagi menjadi 3 kelas, yaitu :
1. Oligochaeta (cacing berbulu sedikit)
2. Polychaeta (cacing berbulu banyak)
3. Hyrudinea (golongan lintah dan pacet)
Karakteristik yang dimiliki diantaranya adalah :
1.Tubuh berbentuk simetris bilateral, panjang, dan terdiri dari sigmen-sigmen.
2.Tubuh ditutupi oleh kutikula di seluruh kelenjar sensoris oleh epithelium
3.Dinding tubuh dan saluran pencernaan terdiri dari susunan otot longitudinal dan sirkular, rongga tubuh berkembang dan di batasi septa.
4.Saluran digestivus lengkap
5.Sistem sirkulasi tertutup
6.Pernapasan dapat berlangsung dengan kulit
7.Sistem ekskresi terdiri dari sepasang reproduksi
8.Sistem syaraf anterior dorsal berhubungan
9.Sistem reproduksi berkembang dengan membelah












DAFTAR PUSTAKA


















 

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun Resume ini tepat pada waktunya. Resume  ini membahas “Parasitologi”.
Dalam penyusunan Resume ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Resume ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa Resume ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan Resume selanjutnya.
Akhir kata semoga Resume ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.


Arga Makmur,    Juni 2011
Penulis




ii
 

DAFTAR ISI




HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
1.      Pengertian Parasitologi ................................................................................... 1
2.      Penggolongan Parasit ..................................................................................... 2
3.      Penggolongan Hospes, eigent/manusia ...................................................... .... 9
4.      Pembagian Parasitologi .................................................................................. 11
5.      Epidemiologi Penyakit Parasitik .................................................................... 12
6.      Pemberantasan Penyakit Parasitik .................................................................. 18
7.      Pendahuluan Helmintologi ............................................................................. 22
8.      Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh Cacing ........................................... 23
9.      Pembagian Klas Cacing .................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar